Larangan Malam 1 Suro Menurut Islam: Mitos atau Fakta

Blogger Kudu - Setiap kali memasuki malam 1 Suro, suasana di beberapa daerah di Jawa terasa berbeda. Malam itu dianggap sakral, penuh mistis, bahkan “wingit” alias angker. Ada banyak larangan beredar di masyarakat: jangan keluar rumah, jangan menikah, jangan mengadakan hajatan, bahkan ada yang percaya malam itu tempat para makhluk halus berkeliaran. Tapi… apa benar semua itu sesuai dengan ajaran Islam?

Asal-Usul 1 Suro dan Kaitannya dengan Islam

Pertama-tama, kita perlu tahu bahwa malam 1 Suro dalam penanggalan Jawa sebenarnya bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Hijriyah—yaitu tahun baru Islam. Jadi, di balik nuansa seram yang dibangun oleh budaya Jawa, sebenarnya malam itu justru awal dari tahun baru yang mestinya disambut dengan syukur dan harapan baru.

Sayangnya, dalam tradisi Jawa kuno, malam 1 Suro sering diasosiasikan dengan hal-hal gaib, ritual mistik, dan pantangan. Misalnya, di beberapa tempat ada yang masih melakukan tirakat di tempat sepi, menyepi di pemakaman, bahkan membawa keris atau pusaka untuk “dimandikan”. Ini adalah tradisi yang berkembang dari kepercayaan lokal, bukan dari ajaran agama.

Pandangan Islam: Apakah Benar Ada Larangan?

Dalam Islam, tidak ada satu pun dalil dari Al-Qur’an maupun hadis shahih yang menyebutkan bahwa malam 1 Muharram adalah malam yang penuh sial atau perlu dihindari kegiatannya. Bahkan, Rasulullah SAW sendiri justru menyambut bulan Muharram dengan memperbanyak ibadah, terutama puasa sunnah di hari Asyura (10 Muharram), yang memiliki keutamaan besar karena bisa menghapus dosa setahun yang lalu (HR. Muslim).

Kalau kita malah takut keluar rumah, tidak berani beraktivitas, atau bahkan percaya bahwa menikah di bulan ini bisa membawa sial… berarti kita sedang masuk ke ranah takhayul atau kepercayaan tanpa dasar yang bisa menyimpang dari tauhid.

Larangan dalam Islam: Jangan Terjebak Mitos

Islam sangat menjaga akidah umatnya. Keyakinan terhadap mitos atau hari sial tanpa dalil yang jelas bisa masuk ke dalam syirik kecil jika dibiarkan. Rasulullah SAW pernah bersabda:

“Tidak ada penyakit menular dengan sendirinya, tidak ada thiyarah (tanda-tanda sial), tidak ada burung hantu pembawa sial, dan tidak ada bulan sial.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Artinya, Islam menolak keras kepercayaan terhadap waktu atau hari tertentu sebagai pembawa nasib buruk. Semua hari adalah baik, selama kita mengisinya dengan amal kebaikan.

Lalu, Apa yang Sebaiknya Kita Lakukan?

Daripada takut dan diam di rumah karena mitos, Islam justru mengajarkan agar kita menyambut malam 1 Muharram dengan berdoa, berdzikir, muhasabah diri, dan memperbanyak amal soleh. Ini adalah waktu yang baik untuk membuat resolusi hidup, memperbaiki ibadah, dan memohon agar tahun depan lebih baik dari tahun sebelumnya.

Malam 1 Suro seharusnya jadi momen spiritual, bukan momok yang menakutkan.

Kesimpulan: Kembali ke Ajaran yang Murni

Larangan-larangan yang beredar di malam 1 Suro sebenarnya berasal dari tradisi budaya, bukan dari ajaran Islam. Tidak ada yang salah dengan menjaga budaya selama tidak bertentangan dengan akidah, tapi kita harus bijak dalam memilah mana yang masih sesuai dengan nilai-nilai Islam dan mana yang hanya warisan mitos turun-temurun.

Alih-alih takut keluar malam atau mengurung diri karena anggapan wingit, lebih baik kita manfaatkan malam 1 Muharram untuk mendekatkan diri kepada Allah, memperbaiki niat dan amal, serta menata hidup agar lebih baik di tahun yang baru.

Karena sejatinya, bukan malamnya yang membawa sial… tapi amal kita yang menentukan berkah atau tidaknya suatu waktu.