Boleh jadi masyarakat Jombang tidak mengetahui, apalagi menyadari
jika di wilayah kabupaten itu terdapat makam leluhur yang memiliki nilai
religi dan sejarah tinggi. Warga sekitar menyebut pesarean atau makam
Mbah Sayid Ismail yang berada di tengah Makam Umum Islam Desa Janti
Kecamatam Jogoroto, tepatnya 200 meter selatan balai desa setempat.
Setiap malam Jum’at Kliwon, dari pagi hingga dini hari, di lokasi
makam tersebut tidak pernah sepi dari lautan manusia. Kehadiran mereka
ke situ lebih banyak bertujuan untuk berziarah. Mereka melaksanakan
kegiatan religi seperti manakib, istighotsah, tahlil, khotmil Qur’an,
binadhardan dan diakhiri ceramah agama Islam.
Ironisnya, rutinitas
malam Jum’at Kliwon di Pesarean Mbah Sayid Ismail, seolah tidak
teramati oleh Pemerintah Kabupaten Jombang, sehingga terkesan kegiatan
ritual yang penuh dengan potensi wisata religi itu terabaikan begitu
saja. Menurut Ketua Panitia makam H. Mahfud, pihaknya sangat berharap
ada perhatian dari Pemkab Jombang terkait dengan keberadaan pesarean
Mbah Ismail, berikut aktivitasnya di tempat itu. “Pengurus makam masih
kesulitan memperoleh dana untuk biaya perawatan dan kebersihan makam,”
ujar Mahfud.
“Pesarean Mbah Ismail merupakan salah satu makam di
Jombang yang dinilai sakral. Karena itu, seyogyanya pihak Pemda Jombang
memperhatikan keberadaannya,” tutur Mahfud seraya berharap adanya dana
rutin yang dikucurkan oleh pihak Pemda Jombang.
Harapan Mahfud
mungkin mewakili suara hati warga Desa Janti yang peduli terhadap
kelestarian sejarah Islam dan makam keramat Mbah Sayid Ismail, mengingat
di saat gelaran malam Jum’at Kliwon secara tidak langsung mendongkrak
ekonomi mereka.
“Jika saja keberadaan makam mendapat kucuran dana
rutin dari Pemkab Jombang, untuk perbaikan dan perawatan makam, tentu
kian memperindah lokasi makam. Peziarah akan merasa nyaman dalam
berziarah,” kata warga Janti lainnya, Munir.
Makam Mbah Sayid
Ismail memang tidak semashur makam Walisongo, namun tak jarang almarhum
Presiden Abdurrahman Wachid berziarah ke makam itu semasa hidupnya.
Bahkan tokoh kharismatik yang akrab dipanggil Gus Dur itu, tidak
segan-segan menyuruh ajudannya mengambil air bersih – yang diyakini suci
dan bermanfaat bagi kesehatan manusia, di lokasi sekitar makam.
“Nyaris
setiap pulang ke Jombang, Gus Dur menyempatkan ziarah ke makam Mbah
Sayid Ismail, dan mengambil air di sini. Atau terkadang menyuruh orang
untuk mengambil airnya saja,” ujar Wakil Ketua Pengurus Makam, Supeno.
Sementara,
H. Syafi’i, seorang penasihat dalam kepanitiaan makam mengatakan, acara
semacam ini sudah lama berlangsung, tepatnya mulai tahun 2000.
Dikisahkan, pada jaman perjuangan duhulu, pesawat tempur milik Belanda
tidak berani melintas di atas makam Mbah Ismail. Menurutnya, Mbah Ismail
adalah salah seorang pengawal sejati Putri Cempo yang pernah 'tarung'
melawan tokoh legenda Maling Cluring di Mojosari pada jaman kerajaan
dulu. Akhirnya Maling Cluring pindah ke Blambangan sedangkan Mbah Ismail
pindah ke Jombang.
Supeno, menambahkan dengan adanya kegiatan di
Pesarean Mbah Ismail secara tidak langsung ekonomi PKL dan warga
setempat menjadi bertambah. “Setidaknya dengan adanya rutinitas kegiatan
religi yang berlangsung di pesarean ini, mampu membantu pendapatan
warga desa kami,” ujar Supeno.
Ditambahkan, para pedagang di
lokasi pesarean tidak hanya dari warga Desa Janti, melainkan juga dari
masyarakat desa lainnya. “Persis seperti pasar sore,” ujarnya.
Apa
yang dilakukan warga Janti merupakan bentuk dari kepedulian mereka
terhadap budaya leluhur. Oleh karena itu, sungguh 'kurang berbudaya'
jika Pemda Jombang tidak memberi perhatian dan dukungan terhadap
kebutuhan masyarakatnya. “Kami melakukan itu semata bertujuan
melestarikan budaya leluhur di Desa Janti,” pungkas Mahfud.
(ajir/he/bas)
sumber : Wisata Religi Mbah Sayid Ismail